Ibu kku Tersayang
Posted by
Siang sudah sampai pada pertengahan. Dan Ibu
begitu anggun menjumpai saya di depan pintu. Gegas saya rengkuh punggung
tangannya, menciumnya lama. Ternyata rindu padanya tidak bertepukang sebelah
tangan. Ibu juga mendaratkan kecupan sayang di ubun-ubun ini, lama.
"Alhamdulillah, kamu sudah pulang" itu ucapannya kemudian. Begitu
masuk ke dalam rumah, saya mendapati ruangan yang sungguh bersih. Sudah lama
tidak pulang.
Ba'da Ashar, "Nak, tolong angkatin panci, airnya sudah
mendidih". Gegas saya angkat pancinya dan dahipun berkerut, panci kecil
itu diisi setengahnya. "Ah mungkin hanya untuk membuat beberapa gelas teh
saja" pikir saya "Eh,tolongin bawa ember ini ke depan, Ibu mau
menyiram". Sebuah ember putih ukuran sedang telah terisi air, juga
setengahnya. Saya memindahkannya ke
halaman depan dengan mudahnya. Saya pandangi bunga-bunga
peliharaan Ibu. Subur dan terawat. Dari dulu Ibu suka sekali menanam bunga.
"Nak, Ibu ba ru saja mencuci sarung, peras dulu, abis
itu jemur di pagar yah" pinta Ibu. "Eh,bantuin Ibu potongin daging
ayam" sekilas saya memandang Ibu yang tengah bersusah payah memasak.
Tumben Ibu begitu banyak meminta bantuan, biasanya beliau anteng dan cekatan
dalam segala hal.
Sesosok wanita muda, sedang menyapu ketika saya masuk rumah
sepulang dari ziarah. "Neng.." itu sapanya, kepalanya mengangguk ke
arah saya. "Bu, siapa itu...?" tanya saya. "Oh itu yang
bantu-bantu Ibu sekarang" pendeknya. Dan saya semakin termangu, dari dulu
Ibu paling tidak suka mengeluarkan uang untuk mengupah orang lain dalam
pekerjaan rumah tangga. Pantesan rumah terlihat lebih bersih dari biasanya.
Dan, semua pertanyaan itu seakan terjawab ketika saya
menemaninya membaca al-qur'an selepas maghrib. Tangan Ibu gemetar memegang
penunjuk yang terbuat dari kertas koran yang dipilin kecil, menelusuri tiap
huruf al-qur'an. Dan mata ini memandang lekat pada jemarinya. Ke riput, urat-uratnya
menonjol jelas, bukan itu yang membuat saya tertegun. Tangan itu terus
bergetar. Saya berpaling, menyembunyikan bening kristal yang tiba-tiba muncul
di kelopak mata. Mungkinkah segala bantuan yang ia minta sejak saya pulang,
karena tangannya tak lagi paripurna melakukan banyak hal? "Dingin"
bisik saya, sambil beringsut membenamkan kepala di pangkuannya. Ibu masih terus
mengaji, sedang tangan kirinya membelai kepala saya. Saya memeluknya, merengkuh
banyak kehangatan yang dilimpahkannya tak berhingga.
Adzan isya berkumandang,
Ibu berdiri di samping saya, bersiap menjadi imam. Tak lama
suaranya memenuhi udara mushala kecil rumah. Usai shalat, saya menunggunya
membaca wirid, dan seperti tadi saya pandangi lagi tangannya yang terus
bergetar. "Duh Allah, sayangi Mamah" spontan saya memohon.
"Neng..." suara ibu membuyarkan lamunan itu, kini tangannya terangsur
di depan saya, kebiasaan saat selesai shalat, saya rengkuh tangan berkah itu
dan menciumnya.
"Tangan ibu kenapa?" tanya saya pelan. Sebelum
menjawab, ibu tersenyum manis sekali. "Penyakit orang tua. Sekarang tangan
ibu hanya mampu melakukan yang ringan-ringan saja, irit tenaga" tambahnya.
Udara semakin dingin. Bintang-bintang di langit kian
gemerlap berlatarkan langit biru tak berpenyangga. Saya memandangnya dari teras
depan rumah. Ada bulan yang sudah memerak sejak tadi. Malam perlahan beranjak
jauh. Dalam hening itu, saya membayangkan senyuman manis Ibu sehabis shalat
isya tadi.
Apa maksudnya? Dan mengapakah, saya seperti melayang. Telah
banyak hal yang dipersembahkan tangannya untuk saya. Tangan yang tak pernah
mencubit, sejengkel apapun perasaannya menghadapi kenakalan saya. Tangan yang
selalu berangsur ke kepala dan membetulkan letak jilbab ketika saya tergesa
pergi sekolah. Tangan yang selalu dan selalu mengelus lembut ketika saya
mencari kekuatan di pangkuannya saat hati saya ber gemuruh. Tangan yang
menengadah ketika memohon kepada Allah untuk setiap ujian yang saya jalani.
Tangan yang pernah membuat bunga dari pita-pita berwarna dan menyimpannya di
meja belajar saya ketika saya masih kecil yang katanya biar saya lebih semangat
belajar.
Sewaktu saya baru memasuki bangku kuliah dan harus tinggal
jauh darinya, suratnya selalu saja datang. Tulisan tangannya kadang membuat
saya mengerutkan dahi, pasalnya beberapa huruf terlihat sama, huruf n dan m nya
mirip sekali. Ibu paling suka menulis surat dengan tulisan sambung. Dalam
suratnya, selalu Ibu menyisipkan puisi yang diciptakannya sendiri. Ada sebuah
puisinya yang saya sukai. Ibu memang suka menyanjung :
Kau adalah
gemerlap bintang di langit malam
Bukan!, kau lebih
dari itu
Kau adalah pendar
rembulan di angkasa sana,
Bukan!, kau lebih
dari itu,
Kau adalah
benderang matahari di tiap waktu,
Bukan!, kau lebih
dari itu
Kau ada lah
Sinopsis semesta
Itu saja...
Tangan ibunda adalah perpanjangan tangan Tuhan. Itu yang
saya baca dari sebuah buku. Jika saya renungkan, memang demikian. Tangan
seorang ibunda adalah perwujudan banyak hal : Kasih sayang, kesabaran, cinta,
ketulusan ..
Pernahkah ia pamrih setelah tangannya menyajikan masakan di
meja makan untuk sarapan? Pernahkan Ia meminta upah dari tengadah jemari ketika
mendoakan anaknya agar diberi Allah banyak kemudahan dalam menapaki hidup?
Pernahkah Ia menagih uang atas jerih payah tangannya membereskan tempat tidur
kita? Pernahkah ia mengungkap balasan atas semua persembahan tangannya?
Pernahkah..?
Ketika akan meninggalkannya untuk kembali, saya masih
merajuknya "Bu, ikutlah ke jakarta, biar dekat dengan anak-anak".
"Ah, Allah lebih perkasa di banding kalian, Dia menjaga Ibu dengan baik di
sini. Kamu yang seharusnya sering datang, Ibu akan lebih senang"
Jawabannya ringan. Tak ada air mata seperti saat-saat dulu melepas saya pergi.
Ibu tampak lebih pasrah,
menyerahkan semua kepada kehendak Allah. Sebelum pergi, saya
merengkuh kembali punggung tangannya, selagi sempat , saya reguk seluruh
keikhlasan yang pernah dipersembahkannya untuk saya. Selagi sisa waktu yang
saya punya masih ada tangannya saya ciumi sepenuh takzim. Saya takut, sungguh
takut, tak dapati lagi kesempatan meraih tangannya, meletakannya di kening.
*IBUMU adalah Ibunda darah dagingmu
Tundukkan mukamu
Bungkukkan badanmu
Raih punggung tangan bliau
Ciumlah dalam-dalam
Hiruplah wewangian cintanya
Dan rasukkan ke dalam kalbumu
Agar menjadi azimah bagi rizki dan kebahagiaan*
0 komentar:
Posting Komentar